Gerakan Nasional Penerapan SNI

“Indonesia membutuhkan adopsi standar yang cepat dari Negara-negara lain dengan catatan sesuai dengan karakteristik produsen lokal”, pernyataan dari salah seorang pemirsa yang menyaksikan acara dialog Apa Kabar Indonesia di stasiun TV One disampaikan kepada Dewi Odjar Ratna Komala, Deputi Informasi Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi BSN dan Arifin Lambaga – Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Masyarakat Standardisasi Indonesia (DPN MASTAN).

Pernyataan ini sesungguhnya merupakan cermin keinginan masyarakat untuk menerapkan SNI sesuai kepentingannya. Sebagai Negara anggota ISO, IEC dan ITU, Indonesia memiliki hak untuk mengadopsi standar-standar tersebut dan disesuaikan dengan karakteristik produsen local, namun tidak secepat yang diharapkan masyarakat. Proses penyusunan standar melibatkan para pemangku kepentingan, antara lain masyarakat dan memiliki beberapa tahapan yang harus dilewati serta membutuhkan waktu.

Ada proses perumusan rancangan SNI dan konsensus di tingkat panitia teknis, proses jajak pendapat dan e-balotting yang harus melibatkan masyarakat, baru penetapan SNI. Masyarakat dapat membantu proses pengembangan Standar Nasional Indonesia dengan menjadi anggota Masyarakat Standardisasi Indonesia (MASTAN). Sebagai anggota MASTAN, mereka bisa memberi masukan, mengusulkan standar baru bahkan menolak usulan standar yang dinilai merugikan masyarakat luas.

Ketua Umum DPN MASTAN, Arifin Lambaga – menjelaskan bahwa MASTAN yang didirikan pada tahun 2004, merupakan hasil Konvensi Nasional pemangku kepentingan standardisasi. Dideklarasikan pada bulan Desember 2004, oleh 16 pemangku kepentingan dan disaksikan oleh Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia, MASTAN terus tumbuh dan berkembang di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini telah anggota MASTAN telah mencapai 3047 orang.

Dalam menjelaskan pernyataan “Masyarakat masih berorientasi pada harga termurah, belum pada orientasi kualitas produk” Dewi Odjar menjelaskan, pada titik tertentu, harga termurah memang menguntungkan namun pada akhirnya tingkat kerusakan yang ditimbulkan akan membutuhkan biaya yang lebih besar akibat memaksakan mengkonsumsi produk dengan pertimbangan harga termurah. Kita harus mulai menyadarkan masyarakat untuk menjadi bangsa yang baik, Indonesia bangsa yang besar, besar populasi penduduknya, besar potensi sumber daya alamnya, besar potensi kebersamaannya namun masih terkotak-kotak dalam pemikiran. Kita belum terbiasa menjadi bangsa yang menghargai kualitas, bangsa yang menghargai orisinalitas dan hak kekayaan intelektual. Masih banyak masyarakat Indonesia yang lebih menyukai produk tidak berkualitas dan membajak merk tertentu (merk internasional), ketimbang membeli produk local yang berkualitas, merk local dan berharga “sedikit” lebih mahal daripada produk bajakan.

Usaha untuk mengedukasi publik tentunya tidak dapat dilakukan oleh BSN, bagaimana caranya untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam kegiatan edukasi publik? Pertanyaan yang dilontarkan oleh Rifky – Host dialog- dijawab oleh Arfin Lambaga dengan menjelaskan “Masyarakat dapat terlibat aktif dalam proses edukasi publik, pengembangan SNI dan aktifitas standardisasi lainnya dengan menjadi anggota MASTAN. MASTAN memiliki koordinator wilayah di sejumlah daerah, seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan yang memiliki program kerja mengedukasi publik melalui seminar, workshop, gerak jalan, lomba lukis dan sebagainya ”. Beragam kegiatan edukasi ini bertujuan untuk mengajak masyarakat sadar dan peduli pada produk berkualitas. Masyarakat dapat memilih dalam kelompok-kelompok minat, bidang pengembangan SNI yang ingin diikuti (berdasarkan klasifikasi ICS).

Sumber : www.bsn.go.id