ISO 9001:2008

Suatu perusahaan, baik perusahaan yang menghasilkan barang atau jasa, untuk dapat meningkatkan daya saingnya membutuhkan suatu sistem manajemen terpadu yang bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.

ISO 14001:2004

Penerapan ISO 14001 dapat memberikan kerangka kerja yang efektif dan efisien untuk pengelolaan Sistem Manajemen Lingkungan pada perusahaan.

OHSAS 18001:2007

Perusahaan yang berorientasi kepada peningkatan mutu tidak hanya terpaku pada masalah kualitas produk yang dihasilkan, tetapi juga tidak terlepas dari implikasi negatif yang ditimbulkan.

SA 8000

Standar SA 8000 adalah berdasarkan pada berbagai norma internasional yang berlaku di tempat kerja termasuk yang berhubungan dengan keadilan sosial, hak-hak para pekerja dan kondisi kerja.

Perlindungan Kerja Hak Pekerja

Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan seutuhnya dalam menunaikan tugas. Pengusaha wajib menyediakan fasilitas berkait pelaksanaan prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tempat kerja.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menyampaikan hal ini saat mencanangkan seremoni "Bulan K3" di Jakarta, Rabu (12/1). Bulan K3 akan berlangsung serentak di seluruh Indonesia sampai 12 Februari 2011.

Menakertrans mengatakan, pelaksanaan K3 merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sangat penting karena akan memengaruhi ketenangan bekerja, keselamatan, kesehatan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja.

"Semua pihak harus menyadari bahwa penerapan K3 merupakan hak dasar perlindungan bagi tenaga kerja. Setiap pekerja wajib mendapat perlindungan dari risiko kecelakaan kerja yang dapat terjadi," kata Muhaimin.

"Tujuan dasar dari penerapan K3 adalah mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, dan terjadinya kejadian berbahaya lain. Dengan berbagai upaya kita berharap tahun 2015 bisa terwujud Indonesia berbudaya K3," kata Muhaimin.

Dikatakan Muhaimin, saat ini dibutuhkannya upaya sosialiasi penerapan K3 harus melibatkan pekerja dan masyarakat umum secara langsung. Hal itu bertujuan agar pekerja dan masyarakat umum sadar mengenai pentingnya mengenakan peralatan pelindung diri, seperti helm, sepatu, kaus tangan, dan lain-lain.

"Oleh karena itu, saya mengajak pimpinan pemerintah daerah, para pengusaha, pekerja, dan masyarakat melakukan upaya konkret pelaksanaan K3, serta meningkatkan kesadaran, partisipasi, dan tanggung jawab menciptakan perilaku K3 sehingga K3 benar-benar menjadi budaya bangsa Indonesia,” kata Muhaimin.

Saat ini, pemerintah tengah melakukan revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan. Upaya-upaya yang sedang dilakukan antara lain menitikberatkan pada peningkatan kualitas dan kuantitas pengawas, penegakan hukum di bidang ketenagakerjaan, serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan pengawasan ketenagakerjaan.

"Revitalisasi meliputi penurunan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, menurunkan pelanggaran norma ketenagakerjaan, mengurangi pekerja anak, peningkatan efektivitas pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan, peningkatan kepesertaan dan kualitas jaminan sosial tenaga kerja, serta peningkatan kualitas kondisi lingkungan kerja,” kata Muhaimin.

Sampai akhir 2010 tercatat 65.000 kasus kecelakaan kerja dengan korban tewas 1.965 jiwa. Adapun pada tahun 2009 tercatat 96,314 kasus dengan korban tewas 2.144 orang.

Dalam kesempatan ini, Muhaimin Iskandar mengingatkan perusahaan-perusahaan untuk menerapkan ketentuan Sistem Manajemen K3 (SMK3). Pasalnya, sejumlah negara menetapkan persyaratan baru dalam perdagangan bebas, yakni persyaratan terhadap penerapan sistem mutu manajemen melalui ISO 9001 Series, Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000 Series, OHSAS 18001 dan SMK3.

Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Suhartono menambahkan, pengusaha wajib melengkapi sarana dan prasarana K3 sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Kepatuhan pengusaha menjalankan prinsip K3 akan berdampak positif bagi peningkatan produktivitas dan efisiensi perusahaan.

"Minimal tingkat kecelakaan kerja yang mengganggu kegiatan produksi akibat kekurangan orang karena sakit atau terhentinya proses kerja bisa ditekan. Hal ini tentu berdampak positif bagi perusahaan itu sendiri,” ujar Suhartono.

Sumber : www.kompas.com

Pelayanan Teknis Industri BPKIMI Kemenperin Tetapkan Standar

Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menetapkan standar pembayaran jasa pelayanan teknis. Ini tertuang dalam Peraturan Kepala BPKIMI Nomor 122/BPKIMI/PER/5/2011 tertanggal 11 Mei 2011.

Dalam peraturan yang ditandatangani Kepala BPKIMI Aryanto Sagala ini ditetapkan bahwa satuan kerja (satker) merupakan pemberi jasa layanan teknis di lingkungan BPKIMI yang meliputi balai besar, balai riset, dan standardisasi industri (baristan industri) serta pusat standardisasi (pustan), sedangkan jasa pelayanan teknis merupakan layanan publik yang diberikan oleh satker di lingkungan BPKIMI.

Ini meliputi jasa pelayanan teknis pengujian dan kalibrasi, jasa pelayanan teknis pelatihan dan konsultasi, jasa pelayanan teknis sertifikasi produk penggunaan tanda standar nasional Indonesia (SPPT-SNI), serta sertifikasi sistem manajemen mutu dan jasa pelayanan teknis konsultasi sistem manajemen mutu.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenperin Hartono mengatakan, berdasarkan peraturan baru ini, biaya operasional untuk petugas pelaksana lapangan dalam melaksanakan kegiatan jasa pelayanan teknis ditanggung oleh pihak pengguna jasa. Besaran biaya operasional ditentukan berdasarkan standar biaya umum tahun anggaran berjalan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Komponen biaya operasional terdiri atas biaya transportasi dan biaya akomodasi. Biaya transportasi di dalam negeri meliputi transportasi darat seperti sewa kendaraan, transportasi lokal seperti tiket kereta api / bus, transportasi sungai / laut seperti tiket kapal / perahu, dan transportasi udara seperti tiket pesawat dan pajak. Sedangkan biaya transportasi luar negeri meliputi transportasi lokal dalam negeri, izin masuk dan visa, tiket pesawat termasuk pajak bandara, dan asuransi.

Sementara itu, biaya akomodasi meliputi akomodasi dalam negeri yang mencakup uang harian, penginapan, perdiem (Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2007 atau perubahannya). Selanjutnya akomodasi luar negeri yang meliputi uang harian, yaitu uang saku, transport lokal, uang makan, dan uang penginapan serta uang perdiem.

Tarif jasa pelayanan teknis yang berlaku di Kementerian Perindustrian mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2007 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Khusus untuk satker yang berbentuk badan layanan umum (BLU) tunduk kepada peraturan dan perundang-undangan tentang pengelolaan keuangan BLU. Besarnya tarif penerimaan negara bukan pajak juga ditentukan.

Segala penyimpangan terhadap Peraturan Kepala BPKIMI ini diancam dengan sanksi, tentunya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber : www.suarakarya-online.com

Produk Mainan Wajib SNI

Produk mainan anak-anak di bawah usia 14 tahun wajib memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) mulai Mei 2011. Direktur Industri Aneka Kementerian Perindustrian, Budi Irmawan, berharap, adanya SNI wajib bisa melindungi konsumen dari mainan berbahaya dan melindungi industri dalam negeri dari produk mainan impor yang tak berstandar.

"Sekarang sedang disusun peraturannya, jadi masih digodok dulu. Pemberlakuannya kira-kira pertengahan bulan Mei tahun depan".

Ia menjelaskan, kebijakan ini seakan menjadi jawaban panjang terhadap campur tangan pemerintah dalam mengantisipasi maraknya produk mainan impor, termasuk dari China yang diduga banyak mengandung zat-zat kimia berbahaya.

Sementara, Ketua Asosiasi Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI), Dhanang Sasongko, menyambut positif kebijakan itu. "Harapan saya, pemberlakuan ini segera dipercepat untuk membendung mainan-mainan impor yang berbahaya bagi kesehatan anak," sebutnya.

Kegembiraan juga dikemukakan produsen mainan asal Semarang, Jawa Tengah, Fakhrudin. "Saya mendukung peraturan SNI wajib tersebut. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk memproteksi mainan lokal. Selain itu juga untuk membendung masuknya mainan yang mengandung zat kimia berbahaya," sebutnya.

Sekadar informasi, saat ini ketentuan SNI mainan anak-anak masih mengacu pada SNI Sukarela yang berlaku sejak 2004. Dalam revisi ini, pemerintah akan menggunakan ketentuan ISO 2009 yang menggantikan dasar standar mainan untuk anak-anak di Eropa sesuai peraturan EN No 71 yang sebelumnya diadopsi di Indonesia.

Sumber : www.harian-global.com

Mutu Pelayanan Kesehatan Kabupaten Perlu Peningkatan

Pelayanan kesehatan dilakukan secara terpadu melalui posyandu, puskesmas, pondok bersalin dan ditunjang dengan system rujukannya melalui rumah sakit, kabupaten, serta kerja sama lintas sektoral dalam mengatasi kebutuhan dasar masyarakat.

Sistem kesehatan Kabupaten terdiri dari berbagai komponen yang saling terkait dan bergantung satu dengan yang lain. Komponen manajemen dan komponen pelayanan lini (RSUD, Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan peranan serta masyarakat dalam bentuk Pos Pelayanan terpadu (Posyandu) dan poliklinik desa (polindes).

Adapun upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan Kabupaten dapat digambarkan dalam alur sebagai berikut :

Input-> proses -> output -> outcome

Input, merupakan sumber daya yang dibutuhkan dalam melakukan pelayanan kesehatan, termasuk gedung, fasilitas tenaga teknologi peralatan, serta obat-obatan, dana informasi dan sebagainya.

Proses, sumber daya yang tersedia tak akan dapat dengan sendirinya melaksanakan pelayanan kesehatan tanpa diorganisasikan dan dikelola untuk dimanfaatkan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.

Oleh karenanya sumber daya mengalami herbagai proses sebagai berikut :


  • Pengorganisasian dan pengelolaan dari sumber : Perencanaan, monitoring dan eva-luasi. Penyebarluasan tenaga. Pengelolaan fasilitas gedung, peralatan, obat-obatan, vaksinasi serta pemeliharaannya dan logistiknya. Pengelolaan teknologi, informasi misalnya KLB (keja-dian luar biasa) data dan maping.
  • Pengorganisasian pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dilakukan secara terpadu melalui posyandu, puskesmas, pondok bersalin dan ditunjang dengan system rujukannya melalui rumah sakit, kabupaten, serta kerja sama lintas sektoral dalam mengatasi kebutuhan dasar masyarakat.
  • Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan. Pelayanan yang diberikan harus meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehability. Pelayanan yang diberikan harus memenuhi syarat ilmu penge-tahuan diterima masyarakat secara fisik dan terjangkau pelaksanaan pelayanan diupa-yakan agar sesuai standar pelayanan yang ditetapkan.

Output, jumlah cakupan yang terjangkau misalnya cakupan imunisasi dan diupayakan tercapai target-target yang ditentukan. Hasil pencapaian tujuan dari pelayanan kesehatan, misalnya: Berkurangnya tetanus neonatus, imunisasi T 1T2 pada ibu hamil. Berkurangnya insiden rate TBC paru-paru, merupakan outcome dari pemberantasan TBC paru.

Mutu dapat diartikan sebagai derajat kesempurnaan penampilan dari pelayanan kesehatan. Untuk mengukur daya derajat kesempurnaan tentunya harus dibandingkan dengan sesuatu kesempurnaan yang diidentifikasikan atau yang ditetapkan yang dinamakan standar.

Standard pelayanan yang ditetapkan. Dalam pelaksanaan pengkajian mutu adakalanya ditemukan masalah yang tidak dapat dipecahkan secara individu, tetapi masuknya masyarakat organisasi, dimana pemecahannya menyangkut seluruh sistem, pendekatannya mutu yang disebut sebagai Total Quality Management (TQM).

Adapun yang mendukung pelaksanaan TQM adalah (1) pelayanan yang dihasilkan, (2) proses, (3) organisasi dan (4) kepemimpinan, agar pelaksanaan TQM berhasil harus ada kepemimpinan sampai ke tingkat bawah.

Caranya memberi wewenang mengambil putusan, walaupun ada kalanya keputusan penting harus dari atas, dengan demikian pelaksana dihargai memberikan inisiatif, inovasi dan kebanggaan menimbulkan motivasi lebih giat bekerja juga membuat keterikatan, karena ikut memiliki keberhasilan pelayanan kesehatan.

Adapun peran Kepala Dinas Kesehatan sebagai seorang manajer ditingkat Kabupaten/khususnya dibidang epidemiologi ia harus melibatkan diri pada pengukuran secara akurat atau angka prevalensi dan insiden sebagai olahan tenaga epidemiologi professional.

Namun Kepala Dinas harus melibatkan diri ke dalam pengukuran efektif, efisien dan cost yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah kesehatan tersebut. Dengan demikian manager selalu diharapkan dengan masalah konprontasi antara pembatasan limited resources need limited.

Sumber : www.analisadaily.com